Sistem ekonomi Ali Baba merupakan salah satu kebijakan ekonomi yang dilaksanakan pada masa Demokrasi Liberal, untuk mencoba memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia yang poral-poranda seusai perang kemerdekaan. Kebijakan ini diterapkan pada masa Menteri Perekonomia Mr. Iskaq Cokrohadisuryo, yang menjabat pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955). Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo adalah orang yang mencetuskannya. Ekonomi Ali Baba merupakan sistem yang terbilang baru pada masa itu, sekaligus bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha asal Indonesia dengan pengusaha Tionghoa.
Kebijakan ini bertujuan memperbaiki perekonomian, sekaligus meningkatkan kondisi ekonomi kaum pribumi. Pada masa itu kaum pribumi banyak tertinggal dibandingkan kaum non pribumi, keturnan Eropa, Arab dan China. Karena itu pemerintah berusaha mengatasi kondisi ini dengan mewajibkan pengusaha non-pribumi untuk bekerja sama dalam perusahaannya dengan pengusaha pribumi. Selain itu mereka juga diwajibkan memberi pelatihan pada para pengusaha dan pekerja pribumi. Pemerintah juga memberikan bantuan dengan kredit lunak kepada pengusaha pribumi.
Sistem ekonomi Ali Baba memiliki tujuan untuk memajukan perekonomian Indonesia. Dengan dilaksanakannya sistem seperti ini, pengusaha lokal memiliki kewajiban untuk memberikan latihan dan juga tanggung jawab kepada pekerja asal Indonesia, agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Kemudian pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Selain itu, pemerintah juga memberikan perlindungan bagi pengusaha lokal, agar dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha asing.
Namun Sistem ekonomi Ali Baba ini gagal dalam memberdayakan penguasaha pribumi. Banyak pengusaha pribumi mengalihkan usahanya kepada pengusaha non-pribumi. Selain itu, banyak pengusaha non-pribumi yang hanya “meminjam nama” pengusaha pribumi untuk mendapatkan kredit pemerintah dan memenuhi kewajiban bekerjasama dengan pengusaha pribumi.